NIKAH SIRI AJA
NIKAH
SIRI AJA. Nikah siri atau nikah secara rahasia sudah banyak dilakukan oleh orang berbagai
kalangan. Dari mulai pejabat Negara, politisi, konglomerat, artis, orang kalangan
menengah, sampai orang-orang dari kalangan bawah alias orang-orang miskin.
Banyak alasan yang diungkapkan, kenapa seseorang
itu melaksanakan nikah siri. Ada yang karena takut ketahuan oleh istri tuanya,
takut ketahuan oleh atasannya, takut popularitasnya menurun, karena alasan
biaya pernikan lewat KUA sangat mahal, dan lain-lain.
Lalu bagaimanakah sebenarnya hukum nikah siri menurut ISLAM DAN NEGARA ????
Sebelum saya lebih rinci menjelaskan mengenai hukum
nikah siri, perlu saya sampaikan
bahwa saat ini sering terjadi kesalahan persepsi tentang pernikahan
siri. Di masyarakat kita, persepsi
pernikahan siri terbagi menjadi 2,
yaitu:
1. Nikah tanpa wali yang sah dari pihak
wanita
Nikah
siri dengan pemahaman yang pertama, statusnya tidak sah,karena syarat sah nikah
menurut Islam adalah adanya wali dari pihak wanita. Sebagaimana
sabda Rosul yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari:
لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Tidak ada nikah (batal),
kecuali dengan wali.” (Hadist
Riwayat. Abu Daud, turmudzi, Ibn Majah, Ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, thabrani,
dsb.)
Hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
“Wanita manapun yang menikah tanpa izin wali,
maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad, Abu daud, dan baihaqi)
Nikah siri dengan pemahaman yang kedua atau nikah di bawah tangan, dalam arti tidak dilaporkan dan dicatat di lembaga resmi yang mengatur pernikahan, yaitu KUA maka status hukumnya sah, selama memenuhi syarat dan rukun nikah. Sehingga nikah siri dengan pemahaman ini tetap mempersyaratkan adanya wali yang sah, saksi, ijab-qabul akad nikah, dan seterusnya.
HUKUM NIKAH SIRI MENURUT PARA ULAMA
1.
MAHZAB MALIKI, tidak membolehkan nikah siri. Perkawinannya
dapat dibatalkan, dan kedua pelakunya dapat dilakukan hukuman had (dera
rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan diakuinya atau
dengan kesaksian empat orang saksi.
2. MAHZAB SYAFI’I DAN
HANAFI, juga tidak membolehkan nikah siri.
3.
MAHZAB HAMBALI, nikah siri itu SAH selama mengikuti
ketentuan-ketentuan syariat Islam.
Hanya saja hukumnya MAKRUH. Menurut suatu
riwayat, Khalifah Umar bin al-Khattab pernah mengancam pelaku nikah siri dengan
hukuman had.
Di kalangan ulama sendiri, nikah siri
masih diperdebatkan, sehingga susah untuk menetapkan bahwa nikah siri itu sah
atau tidak. Hal ini dikarenakan masih banyak ulama dan juga sebagian masyarakat
yang menganggap bahwa nikah siri lebih baik dari perzinahan. Padahal kalau
dilihat dari berbagai kasus yang ada, nikah siri tampak lebih banyak
menimbulkan kemudharatan daripada manfaatnya.
Dari nikah siri yang mereka lakukan,
tidak sedikit yang akhirnya bermasalah terutama bagi pihak wanita.
Ulama terkemuka yang membolehkan nikah
dengan cara siri itu adalah Dr. Yusuf Qardawi salah seorang pakar muslim
kontemporer terkemuka di Islam. Ia berpendapat bahwa nikah siri itu sah selama
ada ijab kabuldan saksi.
Dadang Hawari, mengharamkan nikah siri,
KH. Tochri Tohir berpendapat lain. Ia menilai nikah siri sah dan halal, karena
islam tidak pernah mewajibkan sebuah nikah harus dicatatkan secara negara. Menurut
Tohir, nikah siri harus dilihat dari sisi positifnya, yaitu upaya untuk
menghindari Zina. Namun ia juga setuju dengan pernyataan Dadang Hawari bahwa
saat ini memang ada upaya penyalahgunaan nikah siri hanya demi memuaskan hawa
nafsu. Menurutnya, nikah siri semacam itu, tetap sah secara agama, namun
perkawinannya menjadi tidak berkah.
Menurut Prof. Wasit Aulawi seorang
pakar hukum Islam Indonesia menyatakan bahwa ajaran Islam, nikah tidak hanya
merupakan hubungan perdata, tetapi lebih dari itu nikah harus dilihat dari
berbagai aspek. Paling tidak menurutnya ada tiga aspek yang mendasari
perkawinan, yaitu: agama, hukum dan sosial, nikah yang disyariatkan Islam
mengandung ketiga aspek tersebut, sebab jika melihat dari satu aspek saja maka
pincang.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa
betapa pentingnya pencatatan nikah yang ditetapkan melalui undang-undang di
sisi lain nikahyang tidak tercatat-selama ada dua orang saksi-tetap dinilai sah
oleh hukum agama, walaupun nikah tersebut dinilai sah, namun nikah dibawah
tangan dapat mengakibatkan dosa bagi pelakunya, karena melanggar ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Al-Qur’an memerintahkan setiap muslim untuk taat
pada ulul amri selama tidak bertentangan dengan hukum Allah.
Dalam hal pencatatan tersebut, ia bukan saja tidak bertentangan,tetapi justru
sangat sejalan dengan semangat al-Qur’an. (sb)
PERNIKAHAN SIRI MENURUT NEGARA
Negara sangat tidak menganjurkan pernikahan siri,
karena:
Pertama,
pemerintah telah menetapkan aturan agar semua bentuk pernikahan dicatat oleh
lembaga resmi, KUA. Sementara kita sebagai kaum muslimin, diperintahkan oleh
Allah untuk menaati pemerintah selama aturan itu tidak bertentangan dengan
syariat. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada
Allah, taatlah kepada Rasul, dan pemimpin kalian.” (QS. An-Nisa:
59). Sementara kita semua paham, pencatatan nikah sama sekali tidak
bertentangan dengan aturan Islam atau hukum Allah.
Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah pihak. Dalam Alquran, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat (مِيثَاقًا غَلِيظًا), sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa: 21.
surat nikah ditujukan untuk semakin mewujudkan hal ini. Dimana pasangan suami-istri setelah akad nikah akan lebih terikat dengan perjanjian yang bentuknya tertulis.
Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah pihak. Dalam Alquran, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat (مِيثَاقًا غَلِيظًا), sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa: 21.
surat nikah ditujukan untuk semakin mewujudkan hal ini. Dimana pasangan suami-istri setelah akad nikah akan lebih terikat dengan perjanjian yang bentuknya tertulis.
Ketiga, pencatatan surat nikah memberi jaminan perlindungan kepada pihak wanita.
Dalam aturan nikah, wewenang cerai ada pada pihak suami. Sementara pihak istri hanya bisa melakukan gugat cerai ke suami atau ke pengadilan. Yang menjadi masalah, terkadang beberapa suami menzhalimi istrinya berlebihan, namun di pihak lain dia sama sekali tidak mau menceraikan istrinya. Dia hanya ingin merusak istrinya. Sementara sang istri tidak mungkin mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama, karena secara administrasi tidak memenuhi persyaratan.
Keempat, memudahkan pengurusan administrasi negara yang lain.
Sebagai warga negera yang baik, kita perlu tertib administrasi. Baik KTP, KK, SIM dst. Bagi Anda mungkin semua itu terpenuhi, selama status Anda masih mengikuti orang tua dan bukan KK sendiri. Lalu bagaimana dengan keturunan Anda. Bisa jadi anak Anda akan menjumpai banyak kesulitan, ketika harus mengurus ijazah sekolah, gara-gara tidak memiliki akta kelahiran. Di saat itulah, seolah-olah anak Anda tidak diakui sebagai warga negara yang sempurna. Dan kami sangat yakin, Anda tidak menginginkan hal ini terjadi pada keluarga Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kalo mau berkomentar silahkan saja....yang penting ada masukan buat sayanya ya?